Rabu, 19 Juni 2013

Agent of change

Demo kenaikan harga bbm beberapa hari lalu tampak luar biasa, banyak mahasiswa turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi menolak kenaikan harga bbm, organisasi mahasiswa dengan bermacam-macam bendera mengecam hal yg sama, mereka berbicara politik; ekonomi; dan kesra. Melupakan semua tugas kuliah dan tuntutan akademik untuk sejenak demi "menyampaikan aspirasi rakyat". Kepolisian bahkan TNI berjaga di titik2 demonstrasi seluruh Indonesia sebagai upaya penertiban. Meski pada akhirnya ada saja yang menjadi tragedi, wartawan yg tertembak, mahasiswa yg diamankan, perusakan fasum, kebakaran, dsb. Arogansi dan aspirasi menjadi 2 hal yang bias. Sebagai mahasiswa yg berada di strata pendidikan formal, seharusnya mereka terdidik dan mendidik. Terdidik secara formal untuk melakukan segala hal dengan cara2 terpelajar dan mendidik lingkungan untuk melakukan etika2 sosial.
Saya rasa apa yg disebut "menyampaikan aspirasi rakyat" selama ini justru menjadi bumerang utk pelaku aksi. Pasalnya sudah hal yg lazim jika setiap aksi di Indonesia berlangsung secara ricuh dan anarkis. Aspirasi rakyat bukannya tercapaikan tapi justru merepotkan rakyat krna macet, polusi (pembakaran atribut tertentu), dsb. Hal ini menjadi bukti bahwa kekuatan demokrasi belum mampu berdiri tegak di tengah kemajemukan dan kebhinekaan rakyat Indonesia. Indonesia belum siap dan belum teredukasi dengan baik untuk menjalankan regulasi demokrasi yg terpelajar da beretika.
Mahasiswa agent of change? Iya!
Tapi tidak ada yg bisa diubah hanya dengan melakukan demonstrasi anarkis, mogok makan, dsb. Mahasiswa sebagai kaum terpelajar sudah seharusnya melakukan "change" melalui pola pendidikan yang rasional. Untuk saya pribadi aksi yg meledak seperti beberapa hari lalu tersebut tidak perlu dilakukan. Yg perlu dilakukan mahasiswa adalah belajar dengan sebaik-baiknya agar dapat masuk ke dalam sistem, setelah masuk kesana perbaiki apa yg menurut kalian salah, jangan terjebak korupsi seperti aktivis yg sudah2. 
Kalau ada yg bilang demonstrasi mampu mengubah suatu hal? Ya pernah memang, tahun 1998, penggulingan rezim orde baru. Tapi apa ada hasilnya? Ya demokrasi. Apakah hasilnya lebih baik? Tidak. Kalau dulu di masa orba ada "kebebasan yg dirampas" maka saat ini ada "kebebasan yg terperangkap" masyarakat bingung menyikapi demokrasi. Masih setengah2.
Buat saya, Indonesia perlu diktator sehebat alm.Soeharto, karena jelas kita masih terlalu awam dengan demokrasi.


Xoxo :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar