Rabu, 16 Maret 2011

[copas] supernova : ksatria, putri dan bintang jatuh

Engkaulah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berhujung mengenal hidup

Engkaulah tetes embun pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara

Engkaulah matahari firdausku yang menyinari kata pertama di cakrawala aksara

Kau hadir dengan dengan ketiadaan

Sederhana dalam ketidakmengertian

Gerakmu tak pasti

Namun aku terus disini

Mencintaimu

Entah kenapa?



dewi -dee- lestari

[copas] supernova - petir

Engkaulah kilatan cahaya yang menyapulenyapkan segala jejak dan bayang

Engkaulah bentang sinar yang menjembatani jurang antar duka mencinta dan bahagia terdera

Engkaulah terang yang kudekap dalam gelap saat bumi bersiap diri untuk selamanya lelap

Andai kau sadar arti pelitamu

Andai kau lihat hitamnya sepi di balik punggungmu

Tak akan kau sayatkan luka demi menggarisi jarakmu dengan aku

Karena kita satu

Andai kau tahu




dewi -dee- lestari

[copas] supernova akar

Engkaulah gulita yang memupuskan segala batasan dan alasan

Engkaulah petunjuk jalan menuju palung kekosongan dalam samudra terkelam

Engkaulah sayap tanpa tepi yang membentang menuju tempat tak bernama namun terasa ada

Ajarkan aku

Melebur dalam gelap tanpa harus lenyap

Merengkuh rasa takut tanpa perlu surut

Bangun dari ilusi namun tak memilih pergi

Tunggu aku

Yang hanya selangkah dari bibir jurangmu




dewi -dee- lestari

Emansipasi Masa Kini


Diakhir tahun seperti sekarang rasanya kita perlu melakukan flashback, mengingat apa yang dulu kita inginkan di awal tahun lalu dan apa yang sudah kita capai hingga sekarang. Tidak hanya merefleksi diri sendiri namun juga merefleksi sekitar kita. Sebagai seorang perempuan sudah seharusnya kita ikut peduli kepada sesama perempuan. Jika kita lihat saat ini, terutama di kota-kota besar rasanya sudah sering kita temui para perempuan yang bekerja, bahkan pekerjaan (kemandirian) sudah menjadi kebutuhan yang harus diraih seorang perempuan.
Sekarang perlu kita melihat lagi ke belakang, kita tengok bagaimana kehidupan perempuan di masa lalu. Jika dirunut dari setidaknya satu generasi saja, pasti akan terlihat bahwa terdapat begitu banyak perubahan pada diri perempuan. Perempuan dalam bahasa Jawa disebut sebagai garwa yang merupakan singkatan dari sigaraning nyawa alias belahan jiwa. Seorang perempuan adalah pelengkap dalam sebuah rumah tangga, yang mengurus segala keperluan suami dan anak, bagian dapur ,hingga bersih-bersih. Perempuan pada umumnya berperangai lembut dan keibuan, menurut pada suami dan selalu setia dalam sebuah rumah tangga.
Namun itu dulu, sekarang coba kita lihat lagi disekitar kita terlebih jika kita tinggal di kota besar. Masih adakah perempuan yang betah diam dirumah, mengurus segala keperluan rumah tangga dan anak-anak, menunggu suami pulang kerumah dengan tenang sambil menyiapkan makanan? Jangankan mengurus rumah, jika diminta masuk dapur saja rasanya berat, takut kulitnya kasar, takut tangannya bau bawang, dan sebagainya. Jika sudah menikah, sekarang kebanyakan ibu muda lebih suka menggunakan jasa baby sitter untuk anak mereka. Jijik sepertinya jika harus mengganti popok anak sendiri. Dan yang lebih parah perempuan sekarang tidak menyadari pentingnya ASI eksklusif hingga memilih untuk membiarkan anak mereka nyusu sapi (meminum susu sapi). Rasanya Kartini memang pernah memimpikan bahkan memperjuangkan emansipasi, namun benarkah emansipasi seperti ini yang dicita-citakannya ?
Seorang perempuan secara kodrat sudah berbeda dengan laki-laki. Mau berusaha sekuat apapun juga tetap saja berbeda. Perempuan diciptakan sebagai seorang yang lembut perangainya, bukan berarti harus seperti putri keraton tapi setidaknya seorang perempuan bisa bersikap lembut dan keibuan. Perempuan modern jelas bukan pembantu rumah tangga yang harus mengurus rumah terus-terusan, namun bukan berarti mereka lepas tangan begitu saja. Memasak, mencuci baju, dan melakukan pekerjaan rumah tangga lain harus tetap dikuasai. Apalagi mengurus anak, sesibuk apapun seorang ibu harus tetap mengurus sendiri anak-anaknya karena pertumbuhan seorang anak sangat tergantung peran serta ibunya. Setiap perempuan yang merasa dirinya menjunjung tinggi emansipasi harus bisa memenuhi kodrat awal sebagai seorang wanita sebelum mengagungkan emansipasi itu sendiri.
Tidak ada yang salah dengan emansipasi, hanya kadang emansipasi terasa berlebihan. Apalagi jika emansipasi hanya menjadi alasan perempuan agar terhindar dari pekerjaan rumah yang memang sudah seharusnya ia kuasai. Dalam hal ini tidak ada yang tidak adil, seorang pria juga mempunyai andil yang besar dalam mengurus rumah tangga. Melakukan tugasnya sebagai seorang pria sejati tidaklah mudah. Intinya kodrat laki-laki dan perempuan itu berbeda dan tidak akan bisa disamakan. Marilah kita penuhi dulu kewajiban kita sebagai perempuan, karena perempuan sejati adalah mereka yang bisa menciptakan kedamaian dalam sebuah rumah tangga, yang mampu menjad ibu terbaik untuk anak-anak mereka.

women made from men's rib, not from his head to be higher than him, nor from his feet to be lower than him, but from his equal to stay beside him, near to his arm to hugs and comfort, near to his heart to be loved :)

5 desember 2010
23.10pm