Selasa, 27 Maret 2012

The Importance of Shopping that is not Owned by E-commerce

Minggu lalu saat berkesempatan presentasi makalah tentang e-commerce di kelas pak Eddy, saya dan seorang teman sengaja mengangkat tentang tema "proporsi e-commerce dalam kehidupan modern". E-commerce dilihat dari huruf E besar didepan saja sudah terlihat bahwa nama ini pastilah suatu sistem yang mengedepankan teknologi internet dalam prakteknya. Nah e-commerce adalah suatu proses jual-beli produk barang atau jasa melalui media internet pastinya. Jaman sekarang segala hal sepertinya sudah didukung oleh teknologi yang diharapkan akan mempermudah kegiatan manusia. Masyarakat modern berlomba-lomba meng-upgrade gaya hidup dan kebiasaan mereka hanya agar tidak dianggap gaptek alias gagap teknologi. Yang dulu jarang nabung di bank, sekarang malah nggak pernah mau bawa uang cash agar saat sedang bertransaksi bisa terlihat "modern" dengan rajin ke ATM atau terlihat "modern" jika bertransaksi dengan cara menggesek kartu kredit / kartu debit. Sekedar memberikan informasi remeh kepada teman, yang seharusnya bisa disampaikan secara lisan, tapi sekarang malah di e-mail agar terlihat "modern". Belum lagi kelompok orang yang tidak pernah mau ketinggalan memiliki gadget terbaru, padahal toh ketika sudah memiliki juga tidak semua fitur dalam gadget tersebut akan digunakan secara optimal. Orang-orang seperti yang saya sebut tadi benar adanya loo, eksis dalam dunia "modern" dan mengikuti berbagai teknologi terbaru demi dianggap modern dan bisa diterima oleh lingkungan yang juga modern.Apakah salah jika masyarakat sekarang berlomba-lomba tampil modern demi suatu tingkatan gaya hidup tertentu? Ahh tidak, tidak salah kok, manusia kan memang makhluk sosial, jadi pola hidup bersosialisasi juga harus di upgrade.
Namun dari apa yang terjadi ini, banyak orang berpikiran bahwa dalam jangka waktu tertentu, di masa depan segala sesuatu berawalan E- akan merajai segala hal, termasuk bisnis didalamnya. Tidak hanya masyarakat awam lo yang berpikir seperti itu, banyak para ahli yang juga meyakini bahwa E- akan merevolusi sebagian besar cara masyarakat dalam berbisnis dan berbelanja. Sekarang coba saja cek di salah satu search engine terkemuka, masukkan keyword "onlineshop" maka dalam 0,25 detik dapat ditemukan kurang lebih 15.800.000 situs yang berhubungan. Coba hitung berapa banyak facebook account yang difungsikan sebagai lahan berjualan? Berapa banyak account multiply, kaskus, blog, twitter, dan sebagainya yang juga difungsikan sebagai lahan berjualan? Jutaan. Dengan kemudahan bertransaksi via internet seperti ini, masyarakat all around the world bisa membeli atau memesan apapun yang dia suka hanya dengan menekan ber-internet. Makanan? Jasa wedding planner? Baju? Sepatu? Jasa Baby Sitter? Anything! Lha kalau sudah begini jadi benar dong bahwa internet mampu merevolusi cara bisnis dan belanja?
Coba ditelaah dulu, meskipun kita bisa berbelanja apapun via Internet, tapi apa iya saat akan makan kita juga selalu mencari di Internet? apa nggak keburu laper tuhh? lalu saat kita akan membeli baju, baju di Internet memang selalu menarik, dikenakan oleh model-model cantik sehingga baju terlihat fit perfectly, tapi bukannya lebih menyenangkan datang ke department store lalu menyentuh dan mencoba sendiri baju yang kita inginkan? Menurut The New York Times, pada April tahun 2001, bahwa penetrasi bisnis online tidak akan bisa melebihi 15% dari total penjualan suatu produk, karena berbagai hal seperti ketidak-merataan bandwidth, faktor keamanan dan privasi, perlindungan konsumen, ketidak pastian, serta cara pandang dan perilaku konsumen. Hal ini disebut juga sebagai e-commerce yang berdasarkan atas perspektif konsumen.
Candace Saphiro dalam salah satu bukunya juga mengatakan bahwa yang berubah hanyalah teknologi, namun hukum perekonomian akan tetap seperti apa adanya. Prinsip-prinsip dasar seperti identifikasi proporsi nilai pelanggan serta segmentasi yang tepat, proses dan pengelolaan sumber daya yang efektif harus dikelola secara relevan. Hukum yang dimaksud adalah keadaan dan sistem kerja bisnis itu sendiri.
Menurut saya dan apa yang saya amati selama ini, ada hal-hal krusial yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk yang tidak dimiliki oleh usaha E-commerce. Masyarakat memiliki nilai yang sensitif terhadap beberapa hal dalam menentukan keputusan, sehingga sebaik apapun e-commerce dikelola proporsinya tidak akan lebih besar dari proses konvensional.  Hal penting dalam berbelanja yang tidak dimiliki e-commerce lebih kepada hal-hal yang berhubungan dengan psikologi konsumen.




xoxo <3