Rabu, 04 Maret 2015

Stereotype

Post ini dimulai dari kelas Marketing Mindset di Pusdik, instruktur ada pertanyaan "apa yang kalian pikirkan dari kata polisi?" Dan ada temen yang nyeletuk bilang "menyebalkan" "sampah masyarakat" "pungli" "tukang tilang" dan sebagainya. Heran gak sih kenapa kata yang keluar jelek-jelek? padahal definisi polisi menurut Wikipedia adalah pranata umum sipil yang mengatur tata tertib dan hukum yang terkadang bersifat militaristis dan dalam lingkungan pengadilan berkedudukan sebagai penyidik yang bertugas mencari barang bukti dan keterangan dari berbagai sumber.
Nah, kalo gitu jauh dong persepsi masyarakat dengan definisi murni polisi tadi? trus kenapa bisa beda ya? problemnya dimana? tulisan ini dibuat bukan semata-mata karena papaku polisi, tapi lebih kepada statusku sebagai warga masyarakat yang merasa bahwa ada yang salah disini, ada yang salah dengan tatanan sosial masyarakat sehingga persepsi polisi sebagai pranata umum sipil yang bertugas melayani dan mengayomi terbiaskan dengan persepsi lain yang bersifat negatif. Kepercayaan masyarakat kepada polisi juga relatif rendah terlebih saat ini dimana posisi polisi sebagai aparat penegak hukum tidak lagi kebal dan netral terhadap situasi politik.

Menurut saya, ketidakpercayaan masyarakt kepada polisi dipengaruhi oleh kurangnya integritas oknum anggota di lapangan. Masih adanya kasus pungli dan pressure tertentu yang ditampilkan kepada masyarakat tanpa melalui hukum praduga tak bersalah sehingga seseorang dengan kesalahan ringan atau bahkan mereka yang tidak memiliki kesalahan pun juga merasakan ketakutan yang sama. Ketika hadir di tengah masyarakat, konteks "melindungi dan mengayomi" tidak lebih dari sekedar kata yang belum diaplikasikan. Sementara konsep entertainment yang dimunculkan akhir-akhir ini seperti kemunculan Briptu Norman, polisi ganteng, girlband polisi, hingga konsep polisi yang berkostum tematik juga belum mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang mencibir langkah tersebut sebagai langkah konyol yang percuma. Toh yang diingkan masyarakat bukan entertain, yang dibutuhkan masyarakat adalah aplikasi slogan "melindungi dan mengayomi".

Polisi adalah hak milik masyarakat, dibayar oleh masyarakat sama halnya dengan pegawai pemerintah lainnya, dan sudah seharusnya melayani masyarakat. Sudah saatnya polisi berdiri independen tanpa intervensi. Berdiri kokoh dengan pilar profesionalisme sejak awal rekrutasi, pendidikan dan pelatihan, hingga penugasan. Saya masih meyakini adanya komitmen polisi Indonesia untuk menjalankan tugas sebagai penegak hukum, meski masih banyak oknum yg menyebabkan lahirnya stereotype buruk. Perilaku adil akan membungkam suara2 miring, masyarakat rela diadili bila memang keadilan yg dipatuhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar